Minggu, 30 Mei 2010

SENI KONSELING

Prinsip Kepribadian dicirikan dengan kebebasan, individualitas, integrasi sosial, dan ketegangan religius. Singkatnya, kepribadian manusia merupakan aktualisasi proses kehidupan dalam individu yang bebas, yang terintegrasi secara sosial, dan yang menyadari kebenaran jiwanya (spirit).
Prinsip pertama adalah kebebasan. Kebebasan memungkinkan manusia mempunyai kreatifitas yang tidak dimiliki oleh binatang. Akan tetapi, kebebasan sering kali menjadikan manusia bertindak tanpa kontrol. Oleh karena itu, tugas konselor yang pertama adalah memimpin konseli untuk menerima tanggung jawab atas perilaku dan hasil dari kehidupannya.
Prinsip kedua adalah individualitas. Individualitas di sini berarti bagaimana seorang individu menjadi dirinya sendiri. Orang yang datang kepada konselor dengan permasalahan kepribadian mengalami kesulitan menjadi dirinya sendiri, atau dengan kata lain, orang tersebut tidak mengindividualisasi. Dari prinsip ini, maka tugas kedua dari konselor adalah membantu konseli menemukan dirinya yang sebenarnya, dan membantu konseli untuk memiliki kebenaran menjadi diri ini.
Prinsip ketiga adalah integrasi sosial. Adakalanya seseorang mengalami kesulitan untuk bergaul dengan orang lain. Mereka merasa bahwa masyarakat adalah musuhnya dan menjalani hidup seolah dilengkapi dengan mobil baja yang dipersenjatai. Dari prinsip kepribadian yang ketiga ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi konselor adalah membantu konseli menerima dengan rasa gembira tanggung jawab sosial, memberikan keberanian yang akan membebaskan konseli dari kompulasi perasaan inferior, dan membantu konseli mengarahkan dorongan kepada cara sosial yang konstruktif.
Prinsip yang keempat adalah ketegangan religius. Ketegangan religius dialami manusia tatkala mereka merasa bersalah dalam dirinya. Beberapa diantaranya menyimpulkan bahwa perasaan bersalah terdapat pada kesenjangan antara kesempurnaan dan keadaan kita yang tidak sempurna. Maka dari itu, tugas konselor yang keempat adalah membantu konseli membebaskan dari rasa bersalah yang tidak sehat, pada saat yang sama membantu konseli untuk berani menerima dan menegaskan ketegangan spiritual yang melekat pada sifat-sifat dasar manusia.
Sumber permasalahan kepribadian adalah guncangan jiwa (nervous brekdown). Guncangan jiwa ini terjadi karena kurangnya penyesuaian seseorang terhadap ketegangan dalam pribadinya. Orang tersebut menuntut prestise yang besar tetapi dia tidak berhasil mencapainya melelui jalan yang biasa. Sumber permasalahan lain adalah neorosis. Neorosis berasal dari kata nerves yang muncul dalam bentuk kecemasan, kehawatiran, atau gemetarnya bagian-bagian tubuh tertentu. Neorosis banyak juga disebabkan oleh keadan pikiran yang neoris, seperti tekanan darah rendah, atau mengalami shock pasca kejadian tertentu.
Untuk dapat menjadikan proses konseling berjalan dengan baik, maka antara konseling dengan konseli harus terjalin sifat empati. Empati adalah istilah umum yang dapat digunakan untuk pertemuan, pengaruh, dan interaksi diantara kepribadian-kepribadian. Dengan empati ini, konselor akan merasakan seolah-olah menjadi pribadi yang satu dengan konseli. Seni dalam empati akan dapat tercapai apabila dimulai dengan percakapan yang menggunakan bahasa sebaik mungkin. Seorang konselor harus dapat berkomunikasi sebagaimana konseli.
Dalam menjalankan proses konseling, seorang konselor hendaknya menggunakan langkah-langkah yang direncanakan secara sistematis. Langkah pertama yang harus dilaksanakan adalah pembacaan karakter. Pembacaan karakter terhadap konseli dapat dilakukan dengan memperhatikan sikap tubuh dan nada suara konseli, posisi dalam keluarga, masalah tertentu yang digambarkan oleh individu, hubungan dengan teman atau lawan jenisnya, serta keberhasilan atau kegagalan dalam hidupnya.
Langkah kedua yang mesti dilakukan oleh seorang konselor adalah dengan memberikan kesempatan kepada konseli atas pernyataan-pernyataan yang ada, serta menginterpretasikan masalah tersebut. Tahap interpretasi mulai berjalan setelah konseli mengungkapkan semua masalahnya, menggambarkan situasi yang dihadapinya, dan membuka semua “kartunya”. Selama periode interpretasi ini, baik konselor maupun konseli menjajaki fakta-fakta yang telah diterangkan, dan berdasarkan fakta-fakta tersebut konselor berusaha menemukan pola-pola kepribadian konseli untuk mengetahui di mana letak sumber-sumber salahsuai.
Langkah terakhir yang dilaksanakan dalam proses konseling adalah langkah transformasi kepribadian. Pada tahap ini, konselor memberikan saran-saran, nasihat, dan memberikan alternatif konstruktif atas masalah yang dihadapi. Proses ini tidak harus merubah kepribadian konseli, tetapi memberikan alternatif untuk merubah strukturnya. Proses ini merupakan penyesuaian kembali konstelasi ketegangan yang telah membentuk kepribadian.
Dari uraian tersebut, kiranya dapat kita simpulkan bahwa seorang konselor memiliki tugas yang tdak ringan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, konselor harus mempunyai sifat menawan hati, memiliki kemampuan bersikap tenang ketika bersama orang lain, memiliki kapasitas untuk berempati, serta karakter-karakter lain yang memiliki makna sama. Selain itu, seorang konselor juga harus memiliki sifat kreatif dan konstruktif, sehingga terobosan-terobosan atas saran yang diberikan kepada konseli tidak bersifat “basi”.